Sepasang Garuda di Puncak Bukit Cinta

elang jawaPara pemuda di dusun Kalipagu desa Ketenger, Banyumas memberitahu bahwa nama bukit itu adalah Bukit Cinta. Mengapa disebut Bukit Cinta, tak ada seorangpun penduduk yang tahu asal mulanya.  Setiap tahun di malam tahun baru, bukit ini digunakan sebagai tempat berkumpulnya seluruh pemuda dusun Kalipagu.  Begadang ngobrol ngalor ngidul, bakar ayam, dan menikmati kelap-kelip lampu kota Purwokerto di kejauhan  adalah yang biasanya dilakukan di puncak bukit tersebut sampai pagi.  Daripada berkeliling tidak jelas atau malah melakukan hal yang negatif, menurut mereka lebih baik seluruh pemuda Kalipagu berkumpul saja di puncak Bukit Cinta untuk menghabiskan malam tahun baru.  Puncak Bukit Cinta bukanlah puncak tertinggi di daerah lereng Selatan gunung Slamet, tapi karena posisinya yang strategis, kita dapat melihat pemandangan keseluruhan kota purwokerto dan sekitarnya dari puncak bukit tersebut.  Sehingga walaupun untuk sampai ke puncak bukit jalan setapaknya cukup sempit dan terjal, dari tahun ke tahun puncak Bukit Cinta tetap menjadi lokasi favorit acara kumpul tahun baru para pemuda dusun Kalipagu.

Tapi bukan hanya pemuda Kalipagu, Bukit Cinta ternyata juga menjadi lokasi favorit sepasang burung Garuda atau nama lainnya Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) yang tinggal di sekitar daerah tersebut. Hampir setiap siang, sepasang Elang Jawa bertengger istirahat di cabang tertinggi sebuah pohon Pule yang tumbuh tepat di puncak bukit dan menjadi pohon tertinggi di bukit itu. Mereka selalu bertengger cukup lama di situ, sekitar 1 jam dan terlihat sangat gagah dengan ciri khas jambulnya yang terlihat dari kejauhan.  Bagi si Garuda mungkin ini lokasi yang strategis untuk bertengger sambil mengamati sekelilingnya, tapi sekaligus sangat rawan karena posisinya persis di pinggir dusun Kalipagu dan sangat terbuka sehingga setiap manusia yang melewati jalan menuju lokasi wisata Pancuran Pitu pasti dapat melihatnya dari kejauhan.  Semoga saja tidak ada manusia yang berniat menangkap sepasang Garuda tersebut.  Perlu diketahui bahwa Elang Jawa yang identik dengan Garuda adalah burung yang telah ditetapkan oleh  pemerintah sebagai simbol nasional dan juga dilindungi oleh Undang Undang sehingga siapapun yang menangkapnya atau memelihara tanpa ijin diancam pidana kurungan 5 tahun penjara.

Elang Jawa (Nizaetus bartelsi) berukuran sekitar 60 cm dengan jambul khas yang menonjol. Pada individu dewasa  jambul dan mahkota berwarna hitam.  Punggung dan sayap berwarna coklat gelap dan ekor coklat bergaris-garis hitam. Warna tenggorokan putih dengan strip hitam di tengahya. Bagian bawah yang lain berwarna keputih-putihan, bercoretan coklat gelap pada dada dan bergaris tebal coklat gelap pada perut.  Iris biru – abu-abu (muda) dan kuning emas.  Kaki berwarna kuning, tungkai berbulu dan bergaris-garis melintang.

Dibalik penampilannya yang gagah, statusnya sebagai simbol nasional, sebagai burung Garuda dengan berbagai cerita hebat di belakangnya, sesungguhnya Elang Jawa adalah spesies yang ringkih.  Semua status tersebut menjadikannya sering diburu dari habitat aslinya untuk dipelihara tanpa ijin, dan menjadikan Elang Jawa sebagai burung pemangsa yang langka dan paling terancam punah.  Ditambah lagi perkembang biakannya di habitat yang lambat, karena Elang Jawa hanya mampu bertelur 1 butir saja setiap 2 tahun sekali.  Akan tetapi mirisnya, beberapa manusia selalu bangga bisa memelihara Elang Jawa padahal itu adalah jelas-jelas melanggar hukum.  Jika hal ini dibiarkan, suatu saat si Dokjali (nama Banyumasnya) atau Elang Jawa atau burung Garuda mungkin hanya bisa dilihat patungnya saja yang terpasang di depan kelas anak cucu kita.  (by Timur)

Bookmark the permalink.

One Comment

  1. Mungkin karena adanya sepasang Elang Jawa terus kemudian itu bukit dinamakan Bukit Cinta ….

Leave a Reply

Your email address will not be published.