Biodiversity Society Peringati World Migratory Bird Day 2013

383507_10151526751926859_1689740059_nMigrasi burung dari belahan bumi utara menuju Indonesia merupakan fenomena alam yang terjadi setiap tahunnya. Burung-burung tersebut berbondong-bondong ke selatan menghindari musim dingin yang selalu terjadi di bulan November-Maret. Banyumas telah diketahui menjadi salah satu tempat yang penting untuk beristirahat selama musim migrasi.

Fenomena tersebut di atas yang mendasari diperingatinya tanggal 11 – 12 Mei sebagai Hari Migrasi Burung Sedunia atau World Migratory Birds Day (WMBD). Momentum ini diramaikan dengan kegiatan kam

panye oleh para pengamat burung di berbagai belahan dunia, tak terkecuali di Banyumas. WMBD sendiri dilaunch di Kenya pada tahun 2006. Peringatan di Banyumas sendiri bertujuan agar masyarakat mengetahui dan turut menjaga agar burung-burung tersebut aman selama menetap sementara di Banyumas.

“Kami berharap, masyarakat Banyumas turut mengamankan burung-burung yang bermigrasi ke sini setiap tahunnya me

ngingat banyak sekali oknum-oknum yang memanfaatkan momen migrasi untuk berburu terutama dari jenis alap-alap dan elang,” kata Apris Nur Rakhmadani, koordinator WMBD 2013 untuk wilayah Banyumas.

Diperkirakan sebanyak 50 juta ekor burung sekitar 19 persen dari 10.000 jenis burung bermigrasi setiap tahunnya. Fenomena alam ini adalah salah satu keajaiban alam yang masih terjadi di tengah-tengah maraknya kerusakan alam terjadi di berbagai penjuru dunia. Indonesia yang menjadi salah satu tujuan migrasi burung, justru menjadi negara dengan laju kerusakan alam tertinggi di dunia.

Menurut data Biodiversity Society, terdapat fenomena baru di akhir tahun 2012 hingga awal 2013 dengan dijumpainya puluhan individu sikep madu asia yang singgah di kawasan hutan gunung Slamet. Jalur migrasi utama yang biasanya melalui DAS tajum dan berlanjut ke DAS Serayu pun bergeser ke utara melalui lereng selatan gunung Slamet. Diduga peremajaan perkebunan karet di sepanjang perbukitan  yang membentang dari Wanareja hingga Krumput menyebabkan burung-burung tersebut memilih jalur yang lain.

Hariyawan Agung Wahyudi, pengamat keragaman hayati dari Biodiversity Society menyatakan bahwa burung-burung migran bergantung kepada geothermal untuk dapat bermigrasi ribuan kilometer jauhnya. Keberadaan geothermal sangat dipengaruhi oleh tutupan hutan sehingga keberadaan hutan sangat penting bagi migrasi burung.

“Hilangnya kawasan hutan ternyata memang berdampak buruk bagi ekosistem. Contoh nyata hilangnya  kawasan hutan adalah berubahnya kondisi geothermal, dan burung migran tersebut dapat menjadi indokator yang nyata. Kami berharap pemerintah serius dalam mempertahankan kawasan hijau di Jawa ini,” tegasnya lebih lanjut.
Migrasi burung menjadi salah satu indikator penting perubahan iklim global karena jadwal migrasi ditentukan oleh perubahan musim. Pergeseran musim sangat berpengaruh terhadap jadwal migrasi burung. Menurut data yang dihimpun oleh para relawan Raptor Indonesia, tahun ini muncul fenomena keterlambatan arus balik migrasi. Asman Adi Purwanto, Executive Officer Raptor Indonesia menyampaikan bahwa di beberapa wilayah di Indonesia seperti Bali dan Jakarta, masih terpantau ribuan raptor migran melintas di bulan Mei ini. Padahal biasanya, pada bulan Mei burung tersebut sudah kembali ke belahan bumi utara.

“Kami menduga pergeseran musim di kawasan subtropis di belahan bumi utara menjadi penyebab mundurnya jadwal migrasi burung ini. Beberapa waktu lalu dunia digegerkan dengan masih turunnya salju di bulan April. Tentu fenomena global ini membuat kami khawatir karena kesetimbangan bisa jadi berubah,” kata peneliti raptor migran ini. (Wahyudi)

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *